Adapun yang dimaksud dengan model supervisi adalah suatu pola,
contoh: acuan dari supervisi yang diterapkan. Menurut Sahartian, ada 4
(empat) model pengembangan supervisi yakni model konvensional, ilmiah,
klinis dan model artistik. Model Supervisi Konvensional (tradisional)
yaitu perilaku supervisi inspeksi yang cenderung untuk mencari-cari
kesalahan, yang oleh Oliva P.F. disebut snoopervision (memata-matai) akibatnya guru tidak puas, kinerja guru menjadi acuh (bermasa bodoh) dan menantang (agresif).
- Model Supervisi Ilmiah, yaitu supervisi yang dilaksanakan secara berencana, continue, sistematis dan menggunakan: prosedur, teknik, instrument tertentu, serta ada yang obyektif dan riil, dengan menggunakan merit rating. Merit rating adalah skala penilaian atau check list dimana para siswa menilai proses belajar mengajar guru di kelas.
- Model Supervisi Klinis, adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.
- Model Supervisi Artistik, adalah bentuk supervisi sebagai kegiatan mendidik dan mengajarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan suatu kiat (art). Model supervisi ini memandang bahwa bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), dan bekerja melalui orang lain (working through the others).
Pidarta
mengutip Clifford, juga menyebutkan ada 5 model supervisi ditinjau dari
supervisi klinis yaitu: (1) model supervisi klinis paling awal, (2)
model artistik, (3) model pengembangan, (4) model teknik dan (5) model
refleksi. Sementara berdasarkan jenis supervisi akademik, Thaib
menyebutkan ada 3 model pengawasan (supervisi) akademik yaitu (1) model
pengawasan formatif dan sumatif, (2) model pengawasan pengendalian dan
pendukungan, dan (3) model pengawasan transformatif-edukatif.
Model
pengawasan formatif dilaksanakan pada akhir proses kegiatan akademik
(proses belajar mengajar). Model pengawasan sumatif pada akhir kegiatan
semester atau caturwulan. Model pengawasan pengendalian dan pendukungan,
adalah kegiatan memantau keterlaksanaan progam atau rencana yang telah
disusun. Model pengawasan transformatif-edukatif, mengacu pada konsep
dasar hak supervisi, dimana orang yang mengawasi dan diawasi bersatu
kehendak untuk saling meningkatkan dan mengembangkan diri. Masing-masing
memandang dirinya ada kelebihan (superior) dan ada kekurangan
(inferior), sehingga saling tukar informasi, pegalaman, pengetahuan,
gagasan untuk pengembangan mutu madrasah. Pengawasan model ini
berorientasi pada kepentingan murid, bukan pada kepentingan
administratif pengawas atau guru.
Supervisi di madrasah, apapun
model supervisinya memerlukan informasi yang benar, jelas dan tepat.
Supervisi di madrasah dapat dilakukan baik jenis supervisi akademik
maupun jenis supervisi manajerial. Supervisi manajerial lebih baik
menggunakan model sumatif, pengendalian (control) dan pendukungan, di
samping model supervisi secara ilmiah. Sedangkan supervisi akademik,
sebaiknya menggunakan model supervisi klinis dan model supervisi
artistik, di samping model transformatif-edukatif dan formatif.
Supervisi
manajerial, lebih cenderung menggunakan model supervise sumatif, karena
dilakukan pada akhir progam semester untuk evaluasi umum seperti
supervisi administrasi kelembagaan, ketenagaan (kepala madrasah, guru
dan tata usaha madrasah), sarana prasarana dan pembiayaan. Demikian
halnya dengan model supervisi pengendalian dan pendukungan sangat cocok
untuk jenis supervisi manajerial, karena dilakukan untuk memantau dan
memonitoring kesesuaian rencana dan pelaksanan program. Model supervisi
yang bersifat ilmiah, sangat tepat untuk kegiatan penelitian tindakan
madrasah atau jenis penelitian korelatif yang menggunakan skala likert
untuk perbaikan manajemen dan iklim budaya madrasah.
Supervisi
akademik kepala madrasah, lebih sesuai menggunakan model supervisi
formatif, karena waktunya dilakukan secara terus menerus bersamaan
dengan kegiatan belajar mengajar di kelas, atau di akhir pembelajaran
berlangsung.
Adapun model supervisi klinis bersamaan model
supervisi teknik, dilakukan saat ada kasus di kelas yang memerlukan
penanganan khusus dengan pendekatan psikologis dalam penyelesaian
masalahnya. Pada model refleksi, guru atau calon guru melakukan evaluasi
diri sendiri, yakni supervisor membantu guru atau calon guru merefleksi
praktek mengajarnya dalam rangka mengembangkan profesi guru. Model
supervisi artistik digunakan pada jenis supervisi akademik, karena lebih
bersifat manusiawi. Model supervisi artistik ini dilakukan bersamaan
dengan model transformasi edukatif dan model pengembangan (mula-mula
pengarahan, diakhiri kemandirian). Karena pada proses pembimbingan dan
pembinaan oleh pengawas, para guru tidak merasa diawasi, tetapi
diperlakukan sebagai teman sejawat yang saling membutuhkan.
Model supervisi di madrasah sebaiknya menggunakan lima model supervisi klinis dari Pidarta, yaitu: supervisi klinis paling awal, artistik, pengembangan, teknik, dan model refleksi.
Model supervisi ini adalah merupakan komponen model supervisi klinis
yang dimaksudkan oleh Sahertian. Semua model supervisi tersebut sangat
tepat untuk jenis supervisi akademik. Kemudian untuk supervisi
manajerial, di madrasah sebaiknya menggunakan model supervisi ilmiah.
Dalam
penggunaan berbagai model supervisi klinis pada jenis supervisi
akademik di madrasah, maka pendekatan dan perilaku serta teknik yang
diterapkan dalam memberi supervisi kepada guru-guru berdasarkan
prototype guru. Terhadap guru profesional pendekatannya non-direktif
(mendengarkan, memberanikan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan
masalah). Teknik sipervisi yang diterapkan dialog dan mendengarkan
aktif. Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatannya
kolaboratif (menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah
dan negoisasi) dengan teknik percakapan pribadi, dialog, dan
menjelaskan. Dan bila gurunya tidak bermutu, digunakan pendekatan
direktif (menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh,
menetapkan tolak ukur dan menguatkan) dengan teknik arahan langsung.
Pendekatan
dari model supervisi klinis maupun model supervisi secara umum di
madrasah dapat menggunakan teknik supervisi perseorangan maupun teknik
supervisi kelompok. Teknik yang bersifat individual antara lain:
kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, inter-visitasi,
penyeleksi, berbagai sumber materi untuk mengajar, dan nilai diri
sendiri. Sementara untuk teknik supervisi kelompok adalah melalui
pertemuan rapat (meeting), diskusi kelompok (group discussion), mengadakan penataran-penataran (in-service training).
Tujuan pengembangan model supervisi diatas, sesuai jenisnya adalah:
- Supervisi Akademik: untuk meningkatkan mutu layanan pembelajaran kepada customer internal terutama peserta didik. Mutu layanan adalah upaya madrasah dalam bentuk progam pembelajaran yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan internal tersebut. Pemenuhan kepuasan layanan pembelajaran kepada peserta didik adalah sebuah target madrasah dan sekaligus suatu jaminan akan mutu lulusan yang diharapkan.
- Supervisi Manajerial: untuk meningkatkan mutu madrasah adalah segala progam dalam bentuk layanan pendidikan kepada semua customer, baik customer internal maupun eksternal yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan. Tentunya mutu madrasah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Supervisi Institusional: agar madrasah dapat berkompetisi dan sekaligus mengangkat harkat serta martabat madrasah di mata publik. Terutama madrasah selama ini, di mata publik masih terkesan sebagai lembaga pendidikan yang serba kekurangan bahkan dinomorduakan.
Anggapan ini masih terpola dengan
paradigma lama, memang madrasah pada umumnya masih tradisional yang
berbasis masyarakat golongan ekonomi menengah, meskipun pada era
sekarang banyak madrasah yang sudah banyak berkembang jika dibandingkan
dengan sekolah orang lain.
0 komentar:
Post a Comment